tag:blogger.com,1999:blog-55920268321064760702024-03-14T09:38:30.353+07:00Crazy Ideas for Better IndonesiaWe are not Inspirator.
We are not Motivator.
We are TERRORIST ...........jay-ideashttp://www.blogger.com/profile/16704319333538532503noreply@blogger.comBlogger9125tag:blogger.com,1999:blog-5592026832106476070.post-77732618735021471842009-07-03T20:36:00.006+07:002009-07-04T08:37:47.209+07:00Prinsip Antrian untuk Sukses<span style="font-size:130%;">Pagi ini, saya ke BNI untuk menyetorkan sebagian penghasilan untuk masa depan ke sebuah rekening yang saya sebut sebagai rekening penjara. Saya dan istri memang sudah menetapkan, untuk membuka satu rekening, yang isinya tidak boleh diganggu-gugat, sampai kami berusia 60 tahun. Seperti biasa, sudah ada antrian. Kali ini cukup panjang. Kalau dihitung, saya berada pada antrian ke tiga puluh. Suka atau tidak suka, saya harus terus berada dalam antrian, agar saya bisa sampai di depan. Memang ada pilihan untuk pindah ke cabang lain, tetapi cara ini pun tidak menjamin bahwa antriannya tidak sepanjang di sini.<br /><br />Antrian terus bergerak. Masih ada sebelas orang di depan. 5 sampai 10 menit lagi, saya akan dilayani teller. Tiba-tiba, seorang ibu yang berpakaian agak menor, masuk ke dalam antrian di depan saya. Padahal, masih ada sekitar dua puluh orang di belakang saya. Saya mencoba untuk menegur dan memintanya untuk antri di belakang. Beberapa orang yang antri di belakang saya juga mencoba menegur. Awalnya dengan suara yang lemah lembut. Karena tidak digubris, suara sudah mulai keras, bahkan cenderung kasar.<br /><br />Hujan sindiran itu tidak berlangsung lama. Seorang satpam datang, dan memberikan sedikit penjelasan kepada sang ibu. Entah terpaksa atau sukarela, sang ibu itu akhirnya pindah ke antrian paling belakang. Mungkin karena malu atau ia sudah tidak punya banyak waktu, saya tidak melihatnya berada dalam antrian ketika saya hendak keluar dari bank itu.<br /><br />Di kantor, saya mencoba merenungkan kejadian di BNI tadi. Hidup ini, hampir serupa dengan prinsip antrian. Untuk bisa sampai di urutan paling depan dan dilayani petugas (baca : sukses), kita harus tetap berada di dalam antrian, apapun yang terjadi. Jangan pernah sekali-sekali berpikir untuk melakukan jalan pintas (memotong antrian), atau meninggalkan antrian.<br /><br />Saya jadi ingat sekitar tiga belas tahun yang lalu, ketika saya memutuskan untuk keluar dari tempat saya bekerja dan memulai kehidupan sebagai wirausaha. Usaha pertama yang saya geluti adalah bengkel sepeda motor. Ketika itu, tabungan saya masih cukup banyak. Jadi, saya mulai bengkel itu dengan modal cukup besar, yaitu sekitar Rp. 70 juta. Hasilnya? Bengkel itu tutup dalam 7 bulan.<br /><br />Sebabnya boleh jadi cukup banyak. Saya tidak tahu banyak soal bisnis ini. Relasi di bidang inipun boleh disebut tidak ada. Pengetahuan, keterampilan dan pengalaman mengelola bengkel juga belum saya punya. Ujung-ujungnya, uang tabungan sebesar Rp. 70 juta pun bablas. Jadi, inilah pelajaran pertama prinsip antrian : mulailah karir anda dari bawah. Jangan gunakan jalan pintas. Uang memang penting untuk memulai usaha, tetapi tanpa pengetahuan, keterampilan dan pengalaman di bidang tersebut, uang sebanyak apapun, bisa hilang tanpa bekas ...<br />Setelah gagal di dunia perbengkelan, saya pindah usaha. Kalau dihitung, ada sekitar 8 bidang usaha lain yang saya tekuni, dan semuanya gagal total. Saya pernah menekuni bisnis agribisnis cabai, warung soto, fotografi, furniture, handicraft, perdagangan suku cadang kendaraan bermotor, dekorasi panggung dan juga peternakan ayam. Gagal satu, ganti usaha lain. Hal ini paralel dengan berpindah-pindah antrian. Ujung-ujungnya, saya tidak pernah sampai di antrian terdepan. Saya belum pernah sukses dalam berbagai usaha saya. Inilah pelajaran kedua dari prinsip antrian : jangan keluar dari antrian ...<br /><br />Sebuah pelajaran hidup yang pahit. Sejumlah dana dalam jumlah nyang cukup besar, habis tak tentu rimbanya, hanya karena dua sebab. Jalan pintas dan terlalu cepat keluar antrian. Syukur lah, saya bisa belajar dari berbagai pengalaman pahit itu. Tahun 1998, saya mulai mengembangkan kemampuan saya menulis. Selama 3 tahun menulis, belum ada satu pun tulisan saya yang diterbitkan. Syukur lah. Setelah 3 tahun yang pahit itu, buku pertama saya bisa terbit. Setelah itu, menyusul naskah-naskah lainnya. Dan sampai hari ini, tak kurang dari 92 buku sudah diterbitkan. 9 judul di antaranya sudah diterbitkan di negeri jiran, Malaysia.<br />Antrian memberi saya dua pelajaran hidup terpenting. Tidak ada jalan pintas, dan tetaplah pada antrian. Jika sudah demikian, sukses hanya soal waktu saja ...<br /><br />BNI Public Profile :<br />www.facebook.com/BNI<br /><br />Kategori Umum<br />Nama Lengkap : Zainal Abidin<br />e-mail : oriza@pacific.net.id</span>jay-ideashttp://www.blogger.com/profile/16704319333538532503noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-5592026832106476070.post-49519540632840793642009-06-29T12:26:00.001+07:002009-06-29T12:36:51.767+07:00Asuransi dan Saya<meta http-equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 12"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 12"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CUsers%5CZAINAL%7E1%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <o:OfficeDocumentSettings> <o:RelyOnVML/> <o:AllowPNG/> </o:OfficeDocumentSettings> </xml><![endif]--><link rel="themeData" href="file:///C:%5CUsers%5CZAINAL%7E1%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx"><link rel="colorSchemeMapping" href="file:///C:%5CUsers%5CZAINAL%7E1%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:TrackMoves/> <w:TrackFormatting/> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:DoNotPromoteQF/> <w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther> <w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> <w:SplitPgBreakAndParaMark/> <w:DontVertAlignCellWithSp/> <w:DontBreakConstrainedForcedTables/> <w:DontVertAlignInTxbx/> <w:Word11KerningPairs/> <w:CachedColBalance/> </w:Compatibility> <m:mathPr> <m:mathFont m:val="Cambria Math"/> <m:brkBin m:val="before"/> <m:brkBinSub m:val="--"/> <m:smallFrac m:val="off"/> <m:dispDef/> <m:lMargin m:val="0"/> <m:rMargin m:val="0"/> <m:defJc m:val="centerGroup"/> <m:wrapIndent m:val="1440"/> <m:intLim m:val="subSup"/> <m:naryLim m:val="undOvr"/> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true" DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99" LatentStyleCount="267"> <w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cambria Math"; panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4; mso-font-charset:1; mso-generic-font-family:roman; mso-font-format:other; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;} @font-face {font-family:Calibri; panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0cm; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-fareast-language:EN-US;} p.MsoListParagraph, li.MsoListParagraph, div.MsoListParagraph {mso-style-priority:34; mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt; margin-left:36.0pt; mso-add-space:auto; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-fareast-language:EN-US;} p.MsoListParagraphCxSpFirst, li.MsoListParagraphCxSpFirst, div.MsoListParagraphCxSpFirst {mso-style-priority:34; mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-type:export-only; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:0cm; margin-left:36.0pt; margin-bottom:.0001pt; mso-add-space:auto; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-fareast-language:EN-US;} p.MsoListParagraphCxSpMiddle, li.MsoListParagraphCxSpMiddle, div.MsoListParagraphCxSpMiddle {mso-style-priority:34; mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-type:export-only; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:0cm; margin-left:36.0pt; margin-bottom:.0001pt; mso-add-space:auto; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-fareast-language:EN-US;} p.MsoListParagraphCxSpLast, li.MsoListParagraphCxSpLast, div.MsoListParagraphCxSpLast {mso-style-priority:34; mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-type:export-only; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt; margin-left:36.0pt; mso-add-space:auto; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-fareast-language:EN-US;} .MsoChpDefault {mso-style-type:export-only; mso-default-props:yes; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-fareast-language:EN-US;} .MsoPapDefault {mso-style-type:export-only; margin-bottom:10.0pt; line-height:115%;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} /* List Definitions */ @list l0 {mso-list-id:1434011807; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:1282319958 -39962254 69271577 69271579 69271567 69271577 69271579 69271567 69271577 69271579;} @list l0:level1 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:18.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l1 {mso-list-id:1755011523; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:-427016288 69271567 69271577 69271579 69271567 69271577 69271579 69271567 69271577 69271579;} @list l1:level1 {mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:18.0pt; text-indent:-18.0pt;} ol {margin-bottom:0cm;} ul {margin-bottom:0cm;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin-top:0cm; mso-para-margin-right:0cm; mso-para-margin-bottom:10.0pt; mso-para-margin-left:0cm; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-fareast-language:EN-US;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal">Seorang kawan, mantan<span style=""> </span>manajer di sebuah perusahaan bercerita pada saya.<span style=""> </span>Ia sudah bekerja di perusahaan itu lebih dari tiga puluh tahun, dan sebentar lagi ia akan memasuki masa pensiun.<span style=""> </span>Gaji terakhirnya sekitar Rp. 8 juta.<span style=""> </span>Ketika pensiun, ia mendapat uang pensiun sebesar delapan ratus ribu rupiah per bulan.<span style=""> </span>Saya tanya padanya, berapa gaji pertama yang ia terima tiga puluh tahun yang lalu?<span style=""> </span>Delapan puluh ribu rupiah.</p> <p class="MsoNormal">Ada beberapa hal menarik dari fakta ini. </p> <p class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 18pt; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style=""><span style="">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]-->Kawan ini, sudah tigapuluh tahun bekerja, dan sepanjang waktu itu, gajinya meningkat sekitar<span style=""> </span>100 kali lipat dari gaji pertama.<span style=""> </span>Sayangnya, setelah masa itu, ia harus pensiun dengan mendapatkan tunjangan pensiun yang nilainya sepuluh kali lipat dari gaji pertamanya.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 18pt;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 18pt; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style=""><span style="">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]-->Apabila dibuat sebuah grafik, maka grafik sepanjang 30 tahun masa kerja adalah garis lurus yang mengarah ke atas.<span style=""> </span>Sayangnya, laju naik grafik ini terhenti ketika seseorang pensiun, dan grafiknya menurun dalam waktu yang sangat singkat. </p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 18pt;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 18pt; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style=""><span style="">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]-->Ditinjau dari jumlahnya,<span style=""> </span>uang pensiun memang masih lebih tinggi dari gajinya yang pertama, tetapi<span style=""> </span>jarak waktu tiga puluh tahun ternyata telah menurunkan nilai uang sejumlah itu.<span style=""> </span>Delapan puluh ribu rupiah adalah angka yang cukup besar tiga puluh tahun yang lalu, tetapi delapan ratus ribu saat ini mungkin tidak terlalu berarti untuk melanjutkan standar hidup yang selama ini sudah berjalan.<span style=""> </span>Sebagai ilustrasi, harga bensin pada tanggal 1 Mei 1980 adalah Rp. 150,- sedangkan harga bensin saat ini mencapai Rp. 5.500,-<span style=""> </span>Ini berarti, seorang karyawan akan menerima uang pensiun di akhir karirnya, yang besarnya lebih rendah dari gajinya yang pertama.<span style=""> </span>Ini fakta yang menyakitkan, terutama jika ia tidak punya sumber penghasilan lain.<span style=""> </span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 18pt;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 18pt; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style=""><span style="">4.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]-->Kalau boleh saya mengilustrasikan, sejak muda sampai puncak karirnya, seorang karyawan<span style=""> </span>bernyanyi<span style=""> </span>‘Naik-naik ke Puncak Gunung’.<span style=""> </span>Di puncak karirnya, ia bernyanyi<span style=""> </span>‘Kemesraan’ di mana penggalan syair ‘kemesraan ini janganlah cepat berlalu’ dinyanyikan berulang-ulang.<span style=""> </span>Sayangnya, hal itu tidak terjadi.<span style=""> </span>‘Kemesraan’ itu hanya bertahan paling lama sepuluh tahun, dan setelah ia menjalani masa pensiun, ia menyanyikan lagu ‘Mimpi Sedih’.<span style=""> </span>Hidupku tak pernah lepas dari penderitaan ....</p> <p class="MsoNormal">Inilah fenomena umum yang terjadi di Indonesia.<span style=""> </span>Jarang sekali karyawan yang bisa dan mampu hidup layak setelah mereka pensiun.<span style=""> </span>Sebagian besar terpaksa mencari pekerjaan lain, untuk tetap mempertahankan standar kehidupan mereka sebelumnya.<span style=""> </span>Yang sudah tidak mau dan atau tidak mampu bekerja lagi, dengan terpaksa harus menurunkan standar kehidupannya, dan hidupnya berakhir dalam kesengsaraan.<span style=""> </span>Bukan itu saja.<span style=""> </span>Anak-anaknya putus sekolah karena kekurangan biaya.<span style=""> </span>Kesehatannya tidak terlalu dihiraukan karena tak punya dana.</p> <p class="MsoNormal">Nasib yang sama, bukan hanya dominasi para karyawan, tetapi dialami juga oleh para pengusaha yang memasuki usia lanjut.<span style=""> </span>Ketiadaaan generasi penerus, tenaga yang sudah berkurang atau iklim usaha yang kurang menguntungkan biasanya dianggap sebagai alasan sehingga laju usahanya terhenti.<span style=""> </span>Sumber penghasilannya terhenti.<span style=""> </span>Jika ia tidak memiliki tabungan, bisa jadi hidupnya pun akan berujung kesengsaraan.</p> <p class="MsoNormal">Biaya hidup semakin lama semakin tinggi.<span style=""> </span>Demikian juga dengan biaya pendidikan dan kesehatan.<span style=""> </span>Masa depan adalah sesuatu yang tidak pasti.<span style=""> </span>Banyak hal bisa terjadi.<span style=""> </span>Termasuk pada diri anda.<span style=""> </span></p> <p class="MsoNormal">Anda yang masih berstatus karyawan atau pengusaha, kini bisa menghindari <span style=""> </span>lagu ‘Mimpi Sedih’ di usia senja. <span style=""> </span>Ada banyak wahana investasi yang bisa anda pilih.<span style=""> </span>Salah satunya adalah dengan asuransi.<span style=""> </span>Asuransi adalah investasi masa depan.<span style=""> </span>Cukup dengan membayar sejumlah premi tertentu, anda bisa menikmati masa pensiun dengan damai sambil terus menyanyikan lagu kemesraan.<span style=""> </span></p> <p class="MsoNormal">Kini asuransi bukan sekedar asuransi jiwa ataupun dana pensiun.<span style=""> </span><span style=""> </span>Ada juga asuransi pendidikan, kesehatan <span style=""> </span>dan sebagainya.<span style=""> </span>Anak-anak anda tidak perlu putus sekolah.<span style=""> </span>Anda tidak perlu repot memikirkan biaya berobat atau rawat inap ketika anda sakit.<span style=""> </span>Pilihlah wahana asuransi sesuai kebutuhan anda.</p> <p class="MsoNormal">Mertua saya, adalah pemegang polis Asuransi Anekaguna <span style=""> </span>AJB Bumiputera 1912 sejak tahun tujuh puluhan, semasa beliau masih bekerja di Unilever.<span style=""> </span>Tahun delapan puluhan, beliau memutuskan untuk berhenti bekerja dan memulai kehidupan sebagai seorang wirausaha.<span style=""> </span>Saat itu, beliau menerima dana sebesar US $ 2.500 dari AJB Bumiputera 1912, yang kemudian digunakan sebagai modal usaha.<span style=""> </span>Alhamdulillaah, usahanya makin membesar sampai sekarang.<span style=""> </span></p> <p class="MsoNormal">Belajar dari mertua, kami pun mengasuransikan pendidikan putra kami di AJB Bumiputera 1912.<span style=""> </span>Alhamdulillah, ketika ia masuk SD tahun 2001, kami tidak keberatan membayar uang masuk, karena sebagian dananya diperoleh dari pertanggungan asuransi itu.<span style=""> </span>Demikian juga ketika ia masuk SMP pada tahun 2007.<span style=""> </span>Hal yang sama insya Allah akan terjadi ketika ia masuk SMA maupun Perguruan Tinggi.<span style=""> </span>Asuransi memang membuat hidup lebih tenang.<span style=""> </span>Untuk pensiun dan kesehatan, kami sekeluarga juga dilindungi asuransi.</p> <p class="MsoNormal">Jika anda ingin pensiun dengan tenang, berasuransi lah sejak sekarang.<span style=""> </span>Berikut adalah beberapa hal yang perlu anda pertimbangkan :</p> <p class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style=""><span style="">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]-->Mengingat anda sedang merencanakan masa depan, hitunglah dengan seksama kebutuhan anda di masa depan.<span style=""> </span>Ingat, satu juta rupiah sekarang akan sangat berbeda nilainya dengan satu juta rupiah ketika anda pensiun!</p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style=""><span style="">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]-->Kesempat terbaik berinvestasi melalui asuransi adalah dua puluh tahun yang lalu.<span style=""> </span>Tapi jika masa itu belum anda manfaatkan, kini muncul kesempatan kedua.<span style=""> </span>Sekarang lah waktunya!</p> jay-ideashttp://www.blogger.com/profile/16704319333538532503noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-5592026832106476070.post-52042173107575096012008-07-28T16:05:00.005+07:002009-06-29T12:39:29.134+07:00Buat Mereka Bangga ...<p class="MsoNormal"><!--[if !supportLists]--><span style=""></span>Dalam perjalanan pulang dari Medan, saya berkenalan dengan seorang ibu yang usianya sudah cukup lanjut. Dalam perkiraan saya, umurnya sudah lebih dari 60 tahun. Tujuannya ke Jakarta, kemudian pindah pesawat menuju Denpasar dan berakhir di Melbourne, Australia. Beliau ingin menghadiri wisuda anaknya di Melbourne University.<br /><br />Tentu saja banyak pertanyaan di hati saya. Seharusnya, beliau tidak berangkat sendiri. Kemana suaminya? Tega sekali membiarkan istrinya pergi sendirian ke luar negeri. Kemana juga anak-anaknya? Betapa teganya membiarkan seorang ibu yang sudah tidak muda lagi, ke luar negeri tanpa ditemani. Seperti mengetahui apa yang saya pikirkan, beliau bercerita panjang lebar tentang kisah kehidupannya.<br /><br />Beliau adalah ibu dari tujuh orang anak. Sekeluarga, mereka tinggal di Simalungun, Sumatera Utara. Tempat tinggalnya, sebuah rumah sempit, yang disesaki oleh delapan manusia. Yang sekolah di Australia, adalah anak bungsunya. Suaminya meninggal dunia, ketika anak-anaknya masih kecil. yang tertua baru berumur 11 tahun. Beliau membesarkan anak-anaknya dalam kondisi sulit. Dan, beliau adalah salah satu orang beruntung yang pernah saya temui. 6 dari tujuh anaknya, adalah sarjana. Yang bungsu, sudah MBA dari Melbourne University. Anak kedua, seorang dokter spesialis bedah, sekaligus salah satu pejabat di lingkungan Pemda Sumatera Utara. Anak pertama tidak sarjana. Si sulung, berprofesi sebagai petani. Anak-anak yang lain, tidak terlalu jelas diceritakan, tetapi yang pasti, mereka semua sarjana. Ada sarjana teknik sipil, ada yang perminyakan. Intinya, beliau bisa disebut sebagai orang yang sukses mendidik anak-anaknya.<br /><br />Ada satu pertanyaan nakal yang saya ajukan. Mendengar cerita itu, saya menebak bahwa beliau begitu bangga dengan keberhasilan anak-anaknya. Dan dugaan saya, anak yang paling beliau banggakan adalah anak kedua. Seorang dokter bedah sekaligus pejabat di pemerintahan.<br /><br />Beliau menggeleng. Bukan, katanya. Anak yang paling beliau banggakan justru anak pertama, yang sampai kini masih jadi petani di Simalungun sana. Mengapa? Karena atas pengorbanan anak sulung inilah, anak kedua sampai ketujuh bisa sekolah tinggi. Biaya sekolah mereka, sebagian besar berasal dari jerih payahnya sebagai petani. Kalau saja si sulung tidak berkorban, meninggalkan bangku sekolah dan memilih bekerja sebagai petani setelah sang ayah meninggal, bisa jadi kehidupan kami sekarang tidak bergeser jauh dari kondisi dahulu, kenang beliau.<br /><br /> * * * * *<br /><br />Di Padang, saya mendapatkan cerita yang nyaris serupa. Bedanya, saya mendengarnya bukan dari tangan pertama. Saya mendengarnya dari bapak Basril Djabbar, Pemimpin Umum harian Singgalang Padang. Beliau adalah orang ketiga dari 'dinasti' Djabbar yang saya kenal. Yang pertama, almarhum Hamid Djabbar, sastrawan yang lumayan kondang di tanah air. Beliau adalah salah satu guru saya dalam menulis. Djabbar kedua adalah Rahim Djabbar. Djabbar yang ini, adalah guru saya, yang kemudian menuntun saya belajar ilmu perdagangan internasional. Atas rekomendasi beliau, dan bantuan ibu Ratna Juwita, istrinya, saya berangkat ke Australia untuk belajar lagi.<br />Bas adalah anak pertama dari tujuh bersaudara. Ayahnya pergi meninggalkan tujuh bersaudara itu, ketika mereka semua masih kecil-kecil. Untuk menyambung kehidupan mereka sekeluarga, sang ibu menjadi buruh cuci bagi para tetangga mereka. Hasilnya, seringkali hanya cukup untuk membeli seliter beras yang kemudian dimasak menjadi nasi. Nyaris tanpa lauk sama sekali. Sedikit merica dan garam kadang ditambahkan sebagai penambah rasa.<br /><br />Bas, sebagai anak tertua, merasa terpanggil untuk mengambil tanggung jawab atas kelangsungan hidup sekaligus meningkatkan kesejahteraan hidup keluarganya. Usianya baru 12 tahun ketika itu. Tanpa izin ibunya, ia pergi ke terminal Pariaman, kota tempat tinggalnya. Tujuannya pasti. Pakan Baru. Dari selentingan kabar yang ia dengar dari para tentangganya, Pakan Baru adalah tempat di mana ia bisa mengubah nasib. Cuma satu kendala yang ia jumpai di terminal. Ia sama sekali tidak punya uang untuk membayar ongkos bus.<br /><br />Dengan sisa keberanian yang dimilikinya, ia naik ke atas bus. Badannya yang kecil, memungkinkannya bersembunyi di bawah kursi bus. Beruntung, bus berangkat tanpa menunggu penuh.<br /><br />Beberapa waktu, ia aman di atas bus. Sampai akhirnya, kondektur bus itu menemukannya menekuk badan di bawah kursi. terpaksa ia keluar, dan menghadapi caci-maki dan omelan sang kondektur. Puas mengomel, ujung-ujungnya sang kondektur iba melihatnya. Ia pun terus dibawa sampai ke Pakan Baru dengan satu syarat. Ongkos bus harus dibayarnya dengan mencuci bus itu sesampainya di Pakan Baru.<br /><br />Puas dengan hasil kerja Bas, sopir dan kondektur itu merekomendasikan Bas sebagai pencuci mobil di pangkalan bus. Ia pun menerima upah ala kadarnya dari para sopir atau kondektur bus yang dicucinya. Ia bisa makan dari uang itu, sekaligus menyisihkan sejumlah uang untuk dikirim ke keluarganya. Menurut perhitungannya, uang yang dikumpulkan bisa membeli sekarung beras, yang cukup untuk menunjang hidup keluarganya selama 2 sampai 3 bulan.<br /><br />Selalu saja ada masalah. Ia tidak tahu, bagaimana mengirim uang ke Pariaman. Ia tidak berpikir untuk pulang ke Pariaman, karena hal itu justru menguras uang yang bisa digunakan untuk yang lebih bermanfaat. Akhirnya ia datang ke sebuah pasar. Berkali-kali bertanya pada banyak orang, sampai akhirnya ia bertemu dengan salah seorang pedagang yang berasal dari Pariaman. Merasa telah menemukan orang yang dicarinya, ia menyerahkan uang yang dimilikinya pada orang itu, untuk dikirim ke ibunya di Pariaman.<br /><br />Alhamdulillah, ia menemukan orang yang baik. Uang sampai ke ibunya di Pariaman. Ia terus bekerja sebagai pencuci mobil. Mengumpulkan uang hasil kerjanya, dan mengirimkan sebagian untuk ibu dan adik-adiknya. Sebagian lagi, digunakan untuk beralih usaha. Ia pernah jadi loper koran, menjadi calo jual-beli mobil, sampai akhirnya mempunyai usaha yang mapan sebagai pemilik showroom mobil. Hari ini, anak kecil berusia 12 tahun itu sudah bermetamorfosis menjadi H Basrizal Koto, salah satu saudagar besar di Sumatera Barat. Walaupun saya tidak pernah bertemu dengan ibu beliau, saya yakin, sang ibu pasti bangga pada anaknya.<br /><br />Pembaca, apa yang sudah kita lakukan untuk membuat orang tua kita bangga?<br /><b style=""><span style="" lang="SV"><o:p></o:p></span></b></p>jay-ideashttp://www.blogger.com/profile/16704319333538532503noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5592026832106476070.post-10379783618451322572008-07-28T07:48:00.001+07:002008-07-28T07:52:20.820+07:00Success is Our Obligation<p class="MsoNormal">Seorang kawan mengirimkan sebuah film dokumenter berjudul <i style="">The New Rulers of The World</i>.<span style=""> </span><span style="" lang="SV">Di film yang kualitas gambarnya kurang baik itu, saya mendapatkan beberapa fakta mengenaskan.<span style=""> </span>Sang Produser, John Pilger, menemukan bahwa sepotong celana pendek buatan Indonesia dijual di sebuah supermarket di Inggris dengan harga banderol Rp. 112.000,-<span style=""> </span>Sepasang sepatu merk terkenal made in Indonesia, dilabeli harga Rp. 1,4 juta di supermarket yang sama.<span style=""> </span>Bangga<span style=""> </span>juga, karya bangsa sendiri bias dijual di negeri lain.<span style=""> </span>Harganya tinggi pula.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="" lang="SV"><o:p></o:p>Sayangnya, kebanggan itu pupus tanpa bekas, ketika sang produser menemukan fakta lain.<span style=""> </span>Para buruh yang membuat celana buntung tadi, hanya kebagian bayaran tidak lebih dari lima ratus perak.<span style=""> </span>Tak lebih tinggi dari harga sewa WC Umum.<span style=""> </span>Para buruh pembuat sepatu, hanya dibayar lima ribu rupiah.<span style=""> </span>Tidak lebih mahal dari harga seporsi gado-gado.<span style=""> </span>Dan apabila gaji seluruh buruh pembuat sepatu di tanah air dijumlahkan, ternyata tidak cukup untuk membayar kontrak iklan perusahaan sepatu itu kepada Tiger Woods.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="" lang="SV"><o:p></o:p>Fakta yang mengejutkan.<span style=""> </span>Tapi itulah adanya.<span style=""> </span>Buruh kita, bayarannya hanya satu level di atas budak.<span style=""> </span>Penghasilannya sangat rendah.<span style=""> </span>Bahkan lebih rendah daripada uang yang bisa dihasilkan oleh seekor monyet dalam pertunjukan topeng monyet keliling.<span style=""> </span>Monyet yang sudah terlatih ini, bisa menghasilkan uang minimal Rp. 15.000,- sekali manggung, yang memakan waktu tidak lebih dari setengah jam.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="" lang="SV"><o:p></o:p>Inilah fakta.<span style=""> </span>Dan masih banyak fakta menyedihkan lainnya.<span style=""> </span>Jumlah pengangguran di negeri ini, sudah di atas 10 juta.<span style=""> </span>Setiap tahun, kemungkinan terus bertambah.<span style=""> </span>Bukan karena tidak terdidik.<span style=""> </span>Mereka justru orang-orang terdidik, dengan pendidikan minimal SMA, atau bahkan sarjana.<span style=""> </span>Negeri ini, dipenuhi oleh orang-orang gagal.<span style=""> </span>Orang-rang kalah.<span style=""> </span>Perlu upaya ekstra, untuk membuat mereka mandiri.<span style=""> </span>Perlu upaya luar biasa, untuk membuat mereka tidak jadi benalu.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="" lang="SV"><o:p></o:p>Selama ini, kita menganggap bahwa sukses adalah hak setiap orang.<span style=""> </span>Seperti hak untuk mendapatkan pekerjaan.<span style=""> </span>Hak untuk hidup dengan penghasilan yang layak.<span style=""> </span>Hak untuk memperoleh pendidikan.<span style=""> </span>Implikasinya, sama seperti hak pilih dalam Pemilu.<span style=""> </span>Mereka boleh menggunakan hak pilihnya, atau boleh juga golput.<span style=""> </span>Setiap orang, karena menganggap sukses sebagai hak, boleh mengambil hak itu, atau tidak.<span style=""> </span>Yang mau sukses, silahkan menuntut haknya.<span style=""> </span>Yang tidak mau, tidak ada konsekuensi apa-apa.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="" lang="SV"><o:p></o:p>Ini mungkin ide gila.<span style=""> </span>Tapi setidaknya, patut untuk dicoba.<span style=""> </span>Sudah saatnya, kita mengubah apa yang selama ini dianggap hak, menjadi kewajiban.<span style=""> </span>Jadi, sukses adalah kewajiban semua.<span style=""> </span>Pendidikan, adalah kewajiban.<span style=""> </span>Mendapatkan pekerjaan, adalah kewajiban.<span style=""> </span>Implikasinya, mereka yang tidak bekerja (di usia produktif, dan tidak punya hambatan fisik), mendapatkan sanksi.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="" lang="SV"><o:p></o:p>Dengan begini, mungkin kita semua, akan berusaha untuk memperoleh pekerjaan.<span style=""> </span>Apapun jenis pekerjaannya.<span style=""> </span>Tidak juga menuntut hak atas pekerjaan kepada pemerintah. Tidak seperti selama ini, yang cenderung memilih-milih pekerjaan.<span style=""> </span><span style=""> </span>Ujung-ujungnya, pengangguran menumpuk.<span style=""> </span>Dan ternyata, mencari pekerjaan memang tidak sulit.<span style=""> </span>Dan ternyata juga, mencari uang juga tidak sulit.<span style=""> </span>Mengapa ?<span style=""> </span>Karena monyet pun bisa cari uang.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="" lang="SV"><o:p></o:p>Dan saya punya harapan, bahwa di negeri ini akan lahir banyak orang-orang sukses.<span style=""> </span>Yaitu orang-orang yang menganggap bahwa sukses bukan sekedar hak, yang bisa mereka tuntut dari orang<span style=""> </span>atau pihak lain.<span style=""> </span>Mereka lah orang-orang generasi mandiri, yang menganggap bahwa sukses adalah kewajiban dalam hidup, seperti kewajiban beribadah kepada Tuhan.<span style=""> </span>Dan bagi orang seperti mereka, sukses ditentukan oleh dua pihak, yaitu Tuhan dan dirinya sendiri !<span style=""> </span></span>Bagaimana dengan anda ?</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><b style=""><span style="font-size: 18pt;"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal"><b style=""><span style="font-size: 18pt;"><o:p> </o:p></span></b></p>jay-ideashttp://www.blogger.com/profile/16704319333538532503noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5592026832106476070.post-34072539297552894342008-07-28T07:34:00.007+07:002009-06-29T12:43:47.698+07:00Save the Best for Last<span style="font-size:130%;">Di atas piring nasi jatah makan siang anda, ada sejumput nasi, sayur bayam, sepotong tempe, sekerat daging rendang dan beberapa keping kerupuk udang. Kira-kira, jenis makanan apa yang paling akhir anda nikmati?<br /><br />Mungkin di antara menu makan siang itu, ada makanan yang anda tidak suka, dan oleh sebab itu, tidak anda santap sama sekali. Tapi yang hampir pasti terjadi, jenis makanan yang paling enak menurut anda, adalah makanan yang paling akhir anda santap. Sesuap demi sesuap, semua jenis makanan itu mulai anda santap. Sampai akhirnya, yang terakhir anda habiskan adalah potongan terakhir dari jenis makanan yang anda paling sukai, entah itu daging, tempe, sayur bayam atau kerupuk udang. Betapa nikmatnya menikmati suapan terakhir, sekalipun ada kemungkinan potongan jenis makanan yang anda sisakan, tidak berhasil anda nikmati kelezatannya akibat terjatuh atau diambil orang lain, anak atau istri anda.<br /><br />Pengalaman makan seperti di atas, sangat paralel dengan perilaku para orang-orang sukses. Mereka mentransfer perilaku makan mereka ke dalam skala yang lebih besar lagi. Bukan hanya sekedar pengalaman makan, tetapi pada kehidupan secara keseluruhan. Mereka sering merelakan diri untuk menikmati pekerjaan yang berat, kegagalan dalam banyak tindakan, menyisakan sebagian besar penghasilan untuk masa depan, bertemu dengan orang-orang yang menyebalkan, menelusuri perjalanan yang menanjak dan penuh onak. Hanya dengan satu tujuan, suatu saat mereka bisa merasakan kenikmatan hasil kerja keras mereka. Save the best for last. Menyisakan yang terbaik untuk dinikmati paling akhir.<br /><br />Orang gagal, berperilaku sebaliknya. Mereka menikmati kesenangan di awal karirnya, sehingga di sisa umurnya, mereka dipaksa oleh kehidupan untuk menikmati kegetiran. Terkadang, mereka harus melakukan pekerjaan yang seharusnya tidak mereka kerjakan. Berapapun besarnya gaji, habiskan. Kalau ada waktu luang, hamburkan. Karir yang cenderung tetap, dilewati oleh orang-orang yang lebih muda, uang pensiun yang rendah, himpitan kebutuhan hidup yang semakin mencekik adalah sebagian akibat yang harus dihadapi oleh orang-orang yang memilih menikmati kehidupan lebih dini.<br /><br />Karunia terbesar dari Allah untuk manusia, adalah kemampuannya untuk menentukan pilihan. Saat ini anda boleh memilih. Mau jadi orang sukses, atau orang gagal. Anda sendiri yang memilih, karena anda yang akan menjalani hidup, dan akan menikmati hasilnya kelak. Wallaahu A’lam.</span><p style="font-family: georgia;" class="MsoNormal"><b style=""><o:p></o:p></b></p> <p style="font-family: georgia;" class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>jay-ideashttp://www.blogger.com/profile/16704319333538532503noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5592026832106476070.post-12939700349726266342008-06-26T05:41:00.001+07:002008-07-04T10:59:55.487+07:00Sekolah Para Monyet (Part III)<p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;">Steve Jobs, CEO Apple Computer dan Pixar Animation Studios, dalam sebuah acara wisuda di salah satu Perguruan Tinggi di Amerika Serikat, berpesan kepada para wisudawan dengan kalimat yang menyentak.<span style=""> </span>“Teruslah lapar.<span style=""> </span>Teruslah bodoh.”<span style=""> </span>Di Indonesia, guru bisnis saya, pak Bambang Mustari (kita lebih familiar memanggilnya Oom Bob Sadino) berkali-kali mengatakan bahwa kalau anda mau jadi pengusaha, anda harus bodoh dahulu.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;">Dua pentolan bisnis di atas bisa jadi tidak salah.<span style=""> </span>Hanya orang bodoh yang masih mungkin punya minat belajar.<span style=""> </span>Orang-orang pintar, dan merasa cukup dengan kepintarannya, biasanya sudah tidak mau belajar lagi.<span style=""> </span>Mereka enggan melakukan hal-hal yang dianggap tidak sesuai dengan tingkat kepintarannya.<span style=""> </span>Mereka tidak mau melakukan hal-hal yang semestinya dilakukan oleh sebuah usaha baru.<span style=""> </span>Sekolah sudah mendidik mereka untuk memilih jalur cepat dalam segala hal, termasuk dalam berwirausaha.<span style=""> </span>Dan sekolah-sekolah wirausaha yang ada, mayoritas dihuni oleh jenis orang pintar seperti ini.<span style=""> </span>Itu sebabnya, angka keberhasilannya sangat rendah.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;">Seorang alumni Institut Kemandirian, yang tidak pernah lulus SD, pernah menyatakan minatnya untuk belajar berbicara di depan publik.<span style=""> </span>Ini penting baginya untuk mempresentasikan usahanya kepada orang banyak.<span style=""> </span>Kendala yang dihadapi, adalah rasa percaya diri yang rendah, dan seringkali gugup ketika bertemu orang lain.<span style=""> </span>Sudah menjadi kebiasaan kami, untuk menggunakan cara-cara yang tidak umum.<span style=""> </span>Untuknya, saya perintahkan padanya untuk mencukur kumis.<span style=""> </span>Bukan seluruhnya, tetapi hanya separuh.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;">Saya yakin, orang-orang pintar tidak akan mau melakukannya.<span style=""> </span>Mereka lebih suka bersembunyi di balik aneka alasan, misalnya malu, gengsi dan sebagainya.<span style=""> </span>Dan sebagainya.<span style=""> </span>Acungan jempol harus saya arahkan kepada alumni IK yang satu ini.<span style=""> </span>Ia berani melakukannya di depan para siswa yang masih belajar di IK.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;">Bukan itu saja.<span style=""> </span>Saya perintahkan padanya untuk tidak mencukur kumisnya (yang masih tersisa) selama satu minggu.<span style=""> </span>Selain itu, ia kami minta untuk sesering mungkin bertemu orang banyak, entah itu di dalam bus <st1:place st="on"><st1:city st="on">kota</st1:city></st1:place> atau di mal.<span style=""> </span>Dan, perintah itupun dilakukannya tanpa banyak tanya.<span style=""> </span>Ia melakukannya seperti saya mengisi kolam di rumah guru mengaji ketika kecil dahulu.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="NO-BOK" style="font-size:12;">Selang satu minggu, ia datang lagi.<span style=""> </span>Satu alat cukur baru sudah tersedia untuk mencukur sisa kumisnya.<span style=""> </span>Satu pertanyaan kami ajukan padanya.<span style=""> </span>“Adakah komentar orang lain ketika melihat kumismu hanya sebelah ?”<span style=""> </span>Ia menjawab dengan kalimat yang sudah kami duga sejak awal.<span style=""> </span>“Tidak ada komentar pak.<span style=""> </span>Mereka seolah tidak peduli dengan kumis saya.”<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="NO-BOK" style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="PT-BR" style="font-size:12;">“Apakah pembicaraan kamu ditanggapi ?”<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="PT-BR" style="font-size:12;">“Ditanggapi pak.<span style=""> </span>Waktu saya tawarkan selembar brosur usaha saya, mereka kebanyakan mau membacanya.<span style=""> </span>Bahkan seminggu ini ada tiga calon mitra usaha yang tertarik.”<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="PT-BR" style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="PT-BR" style="font-size:12;">Pembicaraan itu kami tutup dengan satu kesimpulan.<span style=""> </span>Seringkali orang tidak peduli dengan ganteng tidaknya wajah anda.<span style=""> </span>Mereka lebih peduli dengan apa yang anda tawarkan.<span style=""> </span>Kalau demikian, nggak perlu malu dengan wajah ’ndeso.<span style=""> </span>Fokuslah pada isi pembicaraan.<span style=""> </span>Dan kesimpulan itu membuatnya lebih percaya diri.<span style=""> </span>Kini, ia dengan nyaman bisa berbicara di depan publik, nyaris tanpa hambatan.<span style=""> </span>Uniknya, kebanyakan audiensnya adalah orang-orang pintar bergelar sarjana S1, S2, S3 bahkan profesor.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="PT-BR" style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="PT-BR" style="font-size:12;">Ini memang kesimpulan sementara.<span style=""> </span>Sebuah sekolah, termasuk juga sekolah wirausaha, membutuhkan dua hal.<span style=""> </span>Dari sisi seorang guru, dibutuhkan kesabaran dan kebijakan dalam memberikan tugas atau perintah kepada muridnya.<span style=""> </span>Tidak ada perintah dengan maksud ’<i>ngerjain</i>’.<span style=""> </span>Dari sisi seorang murid, setidaknya ia bersedia menerima dan melaksanakan perintah gurunya dengan disiplin dan penuh tanggung jawab, untuk kepentingannya sendiri.<span style=""> </span>Kesabaran dan kebijakan seorang guru, bersinergi dengan disiplin dan tanggung jawab seorang murid,<span style=""> </span>memperbesar peluang keberhasilan sebuah proses pembelajaran.<span style=""> </span>Sekolah monyet di Surat Thani dan Prajamusti, atau sekolah manusia di Institut Kemandirian, sedikit banyak sudah membuktikannya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="PT-BR" style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p><br /><p class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:12;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p>jay-ideashttp://www.blogger.com/profile/16704319333538532503noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5592026832106476070.post-43630000598036269992008-06-22T19:34:00.005+07:002008-06-22T19:40:04.249+07:00Sekolah Para Monyet (Part II)<p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;">Hal lain yang tidak bisa diabaikan adalah jelasnya tujuan. Setiap siswa di sekolah monyet memang tidak tahu untuk apa mereka disekolahkan. <st1:place st="on">Para</st1:place> induk semang merekalah yang tahu persis, kompetensi seperti apa yang diinginkan. Di Surat Thani, para siswa diharapkan untuk bisa memilih dan memetik buah kelapa yang sudah masak dalam jumlah tertentu pada satuan waktu tertentu. Di Prajamusti, setiap alumni dipastikan mampu memainkan peran sebagai pengemudi sepeda motor, pedagang di pasar, berdandan dan sebagainya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;">Saya dibesarkan dalam kultur Betawi yang sangat kental, dimana nilai-nilai penghormatan terhadap guru merupakan hal yang sangat sakral.<span style=""> </span>Titah guru pantang dibantah.<span style=""> </span>Itu sebabnya ketika kecil, saya, juga teman-teman lain, secara sukarela mengisi bak kamar mandi di rumah guru mengaji kami, sebelum belajar mengaji.<span style=""> </span>Mungkin hal itu yang membuat nilai penghormatan saya kepada setiap guru yang pernah memberikan pelajaran menjadi demikian tinggi.<span style=""> </span>Bagi saya pribadi, tidak ada bekas guru.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;">Ketika liburan kuliah dahulu, saya pernah menyempatkan diri untuk nyantri di sebuah pesantren di daerah Bangkalan Madura. Di <st1:city st="on"><st1:place st="on">sana</st1:place></st1:city>, agaknya pimpinan pondok cukup paham tentang apa yang saya pelajari dalam kuliah. Dalam keseharian, saya hanya diminta untuk 'ngurusi' sapi-sapi milik pondok. Boleh dikata, dalam waktu satu bulan nyantri, hanya sedikit waktu yang saya isi dengan mengaji. Hanya waktu antara Maghrib dan Isya yang diisi dengan mengaji. <span style=""> </span>Itu pun tidak penuh karena pak Kiai rajin memenuhi panggilan pengajian.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;">Pernah terlintas dalam pikiran, untuk apa 'ngurusi' sapi di pesantren ?<span style=""> </span>Ke sini <st1:state st="on"><st1:place st="on">kan</st1:place></st1:state> mau belajar agama lebih dalam ? Kalau cuma mau ngurusi sapi, di kampus juga banyak ......<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;">Tapi begitulah. Klausul awal saya nyantri di situ adalah menerima apapun yang diberikan oleh pak Kiai. Dan itu harus saya patuhi, atau saya angkat kaki.<span style=""> </span>Dan saya memilih untuk terus ngurusi sapi.<span style=""> </span>Sampai akhir masa pendidikan, saya tidak banyak belajar. Saya hanya dapat satu ayat yang sampai sekarang masih saya hafal.<span style=""> </span>Hanya satu ayat.<span style=""> </span>Ayat itu berarti : Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, maka baginya jalan keluar (dari berbagai masalah). Dan Allah akan melimpahkannya dengan rejeki dari tempat yang tidak disangka-sangka (Ath-Thalaaq : 2-3).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;">Setelah belasan tahun ilmu satu ayat itu terlupakan, suatu ketika saya seperti disadarkan.<span style=""> </span>Dan setelah saya amalkan, alhamdulillah, boleh dikata, apa yang saya inginkan sejak saya kuliah dahulu, hanya tinggal satu atau dua saja yang belum terkabul. yang lainnya, bukan hanya terkabul, tetapi melebihi apa yang saya inginkan.<span style=""> </span>Dan saya yakin, dengan seluruh keyakinan yang ada pada diri saya, semua itu saya dapat karena izinNya melalui kepatuhan sepenuhnya kepada sang guru.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;">Soal disiplin dan tujuan, sekolah monyet dengan sekolah wirausaha (di Institut kemandirian) nyaris tidak berbeda.<span style=""> </span>Keduanya sekolah itu memiliki pola disiplin yang cukup ketat, sekaligus tujuan yang jelas.<span style=""> </span>Sekolah monyet bertujuan untuk mencetak para monyet menjadi terampil memetik kelapa atau bermain topeng monyet.<span style=""> </span>Institut Kemandirian bertujuan untuk mencetak manusia-manusia bermental mandiri.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;">Satu faktor utama yang membedakan sekolah monyet dengan sekolah-sekolah wirausaha di <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region> pada umumnya, adalah soal hubungan antara guru dan siswa.<span style=""> </span>Di sekolah wirausaha yang ada, para siswa bebas menentukan sendiri, apakah ia akan mengikuti saran dari gurunya, atau menolaknya.<span style=""> </span>Tidak ada kekuatan paksa dari guru kepada siswanya.<span style=""> </span>Di sisi lain, ketika siswa diizinkan memilih, biasanya mereka memilih cara yang paling mudah baginya.<span style=""> </span>Sayangnya, ketika ia memilih cara yang mudah sekaligus menyenangkan, kemungkinan gagalnya lebih besar. <span style=""> </span>Hasilnya bisa diduga.<span style=""> </span>Di sekolah wirausaha manapun di tanah air, angka kegagalannya masih di atas 50 persen.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;">Kalau boleh disebut, sekolah yang hampir mirip dengan sekolah di Surat Thani atau Prajamusti hanyalah sekolah polisi atau sekolah militer.<span style=""> </span>Pola sekolah terakhir, sering ditiru oleh lembaga lain, misalnya STPDN.<span style=""> </span>Sayangnya, sekolah-sekolah seperti ini sering dicurigai melanggar HAM.<span style=""> </span>Bukan tanpa sebab.<span style=""> </span>Korban luka dan meninggal sudah banyak berjatuhan.<span style=""> </span>Kita semua tahu, apa yang penyebabnya.<span style=""> </span>Dan kita tidak berkehendak untuk menambah panjang daftar korban tak berdosa.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p>jay-ideashttp://www.blogger.com/profile/16704319333538532503noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5592026832106476070.post-16701789827329091762008-06-18T19:28:00.000+07:002008-06-18T19:31:15.869+07:00Sekolah Para Monyet (Part I)<p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;">Part I<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;">Dalam beberapa pelatihan wirausaha terakhir yang saya pandu, saya selalu menayangkan sebuah video topeng monyet berdurasi sekitar 20 menit.<span style=""> </span>Bukan hanya yang diperani dengan apik oleh Sarimin, tetapi juga oleh Whiplash, monyet koboi dari Amerika.<span style=""> </span>Dengan tayangan itu, sebenarnya saya hanya ingin mengatakan, "Monyet saja mampu berbisnis dan bisa cari uang sendiri sekaligus membantu tuannya cari makan.<span style=""> </span>Mengapa kita manusia tidak bisa melakukannya ?"<span style=""> </span>Saya hanya ingin menyentuh bagian paling dalam setiap manusia.<span style=""> </span>Nurani.<span style=""> </span>Kalau ada manusia dewasa, sehat dan waras yang masih belum bisa mencari uang sendiri untuk kebutuhannya, pada hakikatnya ia sudah menempatkan dirinya lebih rendah daripada monyet.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;">Ini memang cara baru, dari perjalanan kehidupan saya, yang terus-menerus mencari cara terbaik dalam mendidik manusia, terutama yang sudah terjebak dan merasa nyaman dalam sebuah jurang profesi yang disebut pengangguran.<span style=""> </span>Saya iri dengan Akademi Pelatihan Monyet di Surat Thani, Thailand.<span style=""> </span>Di Akademi ini, setiap monyet dididik agar bisa memetik kelapa yang diinginkan pemiliknya.<span style=""> </span>Gurunya hanya satu orang.<span style=""> </span>Beliau biasanya disebut khruu (guru) Somporn.<span style=""> </span>Tidak seperti akademi lainnya, khruu Somporn tidak punya gelar akademis setinggi profesor, karena beliau hanya tamatan sekolah dasar.<span style=""> </span>Hebatnya, kalau ada 10 ekor monyet masuk akademi itu, maka 10 monyet itu akan berhasil lulus dengan kualifikasi yang sama, sekalipun tidak pada saat yang bersamaan.<span style=""> </span>Kalau ada 100 monyet yang mengikuti pelatihan, seluruhnya bisa lulus dengan kualifikasi yang sama.<span style=""> </span>Tidak ada monyet yang lebih kompeten dibanding yang lain.<span style=""> </span>Dengan kata lain, angka keberhasilannya nyaris 100 persen.<span style=""> </span>Padahal, khruu Somporn tidak pernah menolak siswa.<span style=""> </span>Tidak pernah memecat siswa.<span style=""> </span>Dengan kesabaran penuh seperti yang diajarkan sang Buddha, ia mendidik para monyet sesuai amanah yang diberikan oleh para pemiliknya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;">Saya juga iri dengan keberhasilan para guru yang mendidik calon pemain topeng monyet di Padepokan Prajamusti di Pandeglang.<span style=""> </span>Untuk bisa diterima di sekolah ini, tidak ada kualifikasi kompetensi tertentu bagi calon siswa.<span style=""> </span>Yang ada hanya syarat pembayaran.<span style=""> </span>Asal induk semangnya membayar ongkos pendidikan, monyet pun bisa sekolah.<span style=""> </span>Kalau tidak mati atau kabur, maka sang monyet dijamin bisa lulus dengan kualifikasi yang diinginkan.<span style=""> </span>Di sini, angka keberhasilannya juga mencapai 100 persen.<span style=""> </span>Setelah lulus dan dapat SIM (Surat Izin Manggung), harga monyet-monyet ini meningkat dari lima ratus ribu rupiah menjadi lebih dari tiga juta rupiah.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;">Ada pertanyaan yang selama bertahun-tahun belum saya temukan jawabannya secara pasti.<span style=""> </span>Bahkan sampai kini, ketika tulisan ini ditulis.<span style=""> </span>Kalaupun ada jawaban, jawaban itu bukan jawaban yang benar-benar tuntas.<span style=""> </span>Pertanyaan itu masih menyisakan ruang untuk perubahan, atau perbaikan.<span style=""> </span>Mengapa mendidik monyet 'lebih mudah' daripada mendidik manusia ?<span style=""> </span>Kalau boleh disebut keberhasilan, kemampuan kami mendidik dan mengentaskan pengangguran di Institut Kemandirian baru sampai level 40 - 70 persen.<span style=""> </span>Bahkan di awal kegiatan beberapa tahun lalu, angka keberhasilan tidak bisa beranjak dari 30 persen.<span style=""> </span>Dan harus kami akui, sampai kini belum pernah mencapai keberhasilan 100 persen.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;">Menilik dari apa yang dilakukan oleh Akademi Monyet di Surat Thani maupun Padepokan Prajamusti di Pandeglang, ada beberapa pelajaran penting yang sangat mungkin diterapkan pada pendidikan untuk manusia.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;"><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;" lang="SV">Di Surat Thani, para monyet dididik dengan disiplin ketat.<span style=""> </span>Sang guru Somporn, percaya sekali dengan ajaran Sun Tzu, yang menyembelih seekor ayam jago untuk menakut-nakuti monyet.<span style=""> </span>Ketika para monyet mulai bertingkah, beliau menyembelih seekor ayam di hadapan para muridnya.<span style=""> </span>Dan, para monyet pun menghentikan pembangkangannya. Tak perlu menyakiti para monyet.<span style=""> </span>Cukup ditakut-takuti, mereka pun jadi penurut.<span style=""> </span>Hanya karena dua atau tiga kali menyembelih ayam jago .....<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;" lang="SV">Di Padepokan Prajamusti, disiplin diterapkan dalam bentuk berbeda.<span style=""> </span>Bunyi cemeti kerap kali terdengar kalau para pelatih sedang berinteraksi dengan para muridnya.<span style=""> </span>Tapi itu hanya pada awal-awal pelatihan.<span style=""> </span>Selanjutnya, hanya dengan teriakan atau gerakan mengangkat cemeti saja, para monyet sudah mengerti bahwa kelakuan mereka salah.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt;"><o:p> </o:p></span></p>jay-ideashttp://www.blogger.com/profile/16704319333538532503noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-5592026832106476070.post-65564922165769108862008-01-03T20:00:00.000+07:002008-01-03T20:05:09.351+07:00<span style="font-family:verdana;"><strong><em><span style="font-size:180%;">Save the Best for Last</span><br /></em></strong><br />Di atas piring nasi jatah makan siang anda, ada sejumput nasi, sayur bayam, sepotong tempe, sekerat daging rendang dan beberapa keping kerupuk udang. Kira-kira, jenis makanan apa yang paling akhir anda nikmati ?<br /><br />Mungkin di antara menu makan siang itu, ada makanan yang anda tidak suka, dan oleh sebab itu, tidak anda santap sama sekali. Tapi yang hampir pasti terjadi, jenis makanan yang paling enak menurut anda, adalah makanan yang paling akhir anda santap. Sesuap demi sesuap, semua jenis makanan itu mulai anda santap. Sampai akhirnya, yang terakhir anda habiskan adalah potongan terakhir dari jenis makanan yang anda paling sukai, entah itu daging, tempe, sayur bayam atau kerupuk udang. Betapa nikmatnya menikmati suapan terakhir, sekalipun ada kemungkinan potongan jenis makanan yang anda sisakan, tidak berhasil anda nikmati kelezatannya akibat terjatuh atau diambil orang lain, anak atau istri anda.<br /><br />Pengalaman makan seperti di atas, sangat paralel dengan perilaku para orang-orang sukses. Mereka mentransfer perilaku makan mereka ke dalam skala yang lebih besar lagi. Bukan hanya sekedar pengalaman makan, tetapi pada kehidupan secara keseluruhan. Mereka sering merelakan diri untuk menikmati pekerjaan yang berat, kegagalan dalam banyak tindakan, menyisakan sebagian besar penghasilan untuk masa depan, bertemu dengan orang-orang yang menyebalkan, menelusuri perjalanan yang menanjak dan penuh onak. Hanya dengan satu tujuan, suatu saat mereka bisa merasakan kenikmatan hasil kerja keras mereka. <em>Save the best for last</em>. Menyisakan yang terbaik untuk dinikmati paling akhir.<br /><br />Orang gagal, berperilaku sebaliknya. Mereka menikmati kesenangan di awal karirnya, sehingga di sisa umurnya, mereka dipaksa oleh kehidupan untuk menikmati kegetiran. Berapapun besarnya gaji, habiskan. Kalau ada waktu luang, hamburkan. Karir yang cenderung tetap, dilewati oleh orang-orang yang lebih muda, uang pensiun yang rendah, himpitan kebutuhan hidup yang semakin mencekik adalah sebagian akibat yang harus dihadapi oleh orang-orang yang memilih menikmati kehidupan lebih dini.<br /><br />Karunia terbesar dari Allah untuk manusia, adalah kemampuannya untuk menentukan pilihan. Saat ini anda boleh memilih. Mau jadi orang sukses, atau orang gagal. Anda sendiri yang memilih, karena anda yang akan menjalani hidup, dan akan menikmati hasilnya kelak. <em>Wallaahu A’lam</em>.</span>jay-ideashttp://www.blogger.com/profile/16704319333538532503noreply@blogger.com7