Senin, Juli 28, 2008

Save the Best for Last

Di atas piring nasi jatah makan siang anda, ada sejumput nasi, sayur bayam, sepotong tempe, sekerat daging rendang dan beberapa keping kerupuk udang. Kira-kira, jenis makanan apa yang paling akhir anda nikmati?

Mungkin di antara menu makan siang itu, ada makanan yang anda tidak suka, dan oleh sebab itu, tidak anda santap sama sekali. Tapi yang hampir pasti terjadi, jenis makanan yang paling enak menurut anda, adalah makanan yang paling akhir anda santap. Sesuap demi sesuap, semua jenis makanan itu mulai anda santap. Sampai akhirnya, yang terakhir anda habiskan adalah potongan terakhir dari jenis makanan yang anda paling sukai, entah itu daging, tempe, sayur bayam atau kerupuk udang. Betapa nikmatnya menikmati suapan terakhir, sekalipun ada kemungkinan potongan jenis makanan yang anda sisakan, tidak berhasil anda nikmati kelezatannya akibat terjatuh atau diambil orang lain, anak atau istri anda.

Pengalaman makan seperti di atas, sangat paralel dengan perilaku para orang-orang sukses. Mereka mentransfer perilaku makan mereka ke dalam skala yang lebih besar lagi. Bukan hanya sekedar pengalaman makan, tetapi pada kehidupan secara keseluruhan. Mereka sering merelakan diri untuk menikmati pekerjaan yang berat, kegagalan dalam banyak tindakan, menyisakan sebagian besar penghasilan untuk masa depan, bertemu dengan orang-orang yang menyebalkan, menelusuri perjalanan yang menanjak dan penuh onak. Hanya dengan satu tujuan, suatu saat mereka bisa merasakan kenikmatan hasil kerja keras mereka. Save the best for last. Menyisakan yang terbaik untuk dinikmati paling akhir.

Orang gagal, berperilaku sebaliknya. Mereka menikmati kesenangan di awal karirnya, sehingga di sisa umurnya, mereka dipaksa oleh kehidupan untuk menikmati kegetiran. Terkadang, mereka harus melakukan pekerjaan yang seharusnya tidak mereka kerjakan. Berapapun besarnya gaji, habiskan. Kalau ada waktu luang, hamburkan. Karir yang cenderung tetap, dilewati oleh orang-orang yang lebih muda, uang pensiun yang rendah, himpitan kebutuhan hidup yang semakin mencekik adalah sebagian akibat yang harus dihadapi oleh orang-orang yang memilih menikmati kehidupan lebih dini.

Karunia terbesar dari Allah untuk manusia, adalah kemampuannya untuk menentukan pilihan. Saat ini anda boleh memilih. Mau jadi orang sukses, atau orang gagal. Anda sendiri yang memilih, karena anda yang akan menjalani hidup, dan akan menikmati hasilnya kelak. Wallaahu A’lam.

Tidak ada komentar: